Minggu, 07 November 2010

Perjalanan Panjang Islam Di Nusantara


Islam di nusantara. Dengan 200 juta pemeluknya, tak ayal menjadi komunitas Islam terbesar di dunia. Namun anehnya, budaya yang berkembang bukanlah budaya Islam. Seakan masyarakat tercerabut dari akarnya dan gamang diantara banyak pilihan.

Sebuah ungkapan satire menggambarkan sebuah fenomena pahit. “India yang merupakan Negara Hindu, namun mengembangkan kebudayaan Islam sebagai produk wisatanya. Sedangkan Indonesia sebagai Negara berpenduduk mayoritas Islam mengembangkan budaya Hindu dan Budha sebagai produk wisatanya” ironis.

Dalam sebuah diskusi ringan, ada sebuah teori mengenai sebab tidak berkembangnya kehidupan Islami di Indonesia. Umat Islam di Indonesia menurut teori tersebut lupa bahwa Islam merupakan syarat kebesarannya di masa lalu. Syarat pemersatu nusantara, dari Pasai hingga Uryan (Irian atau Papua). Syarat benteng dan keamanan Negara dan infiltrasi dan imperialisme. Bahkan juga syarat mutlak langgengnya kehidupan berbangsa dan bernegara hingga kini.

Umat Islam di Indonesia seakan terlupa dengan sejarahnya. Atau sejarah itu ditutupi dengan sedemikian rupa. Hingga mereduksi dengan sangat, peran Islam dalam kemajuan bangsa. Masyarakat lebih mengenal Sriwijaya dan Majapahit sebagai ikon bangsa di masa lalu. Namun lupa akan kebesaran Pasai, Demak, Barus, Malaka, Banten, Ternate, Tidore, Gowa hingga Bandar besar Jayakarta. Kesultanan ini mampu mempengaruhi perdagangan dunia saat itu. Padahal jaraknya amat jauh dari pusat peradaban dunia di Turki dan Eropa.

Sebagai ilustrasi ringan, tahukah kita asal kata Maluku dan Irian ? konon, dua jazirah yang banyak dikenal sebagai jazirah Kristen ini mengambil nama dari bahasa Arab. Jaziratul Mulk (Jazirah para raja) bagi Maluku karena begitu banyaknya kerajaan kecil disana. Dari Ternate, Tidore hingga Hitu, Bacan dan sebagainya. Semuanya merupakan kerajaan Islam. Juga Jaziratul Uryan (Jazirah telanjang) bagi Irian karena suku asli mereka nyaris bertelanjang bulat. Saat itu (sekitar awal abad ke-17 Masehi) Irian berada dalam kekuasaan Sultan Bacan sehingga pemuka masyarakat di kepulauan Irian beragama Islam. Juga para penduduk di pesisir yang lebih terbuka, mereka beragama Islam.

Fakta ini banyak ditutupi dalam buku-buku sejarah yang kita pelajari kini. Siswa sekolah dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi selalu dicekoki tentang Sriwijaya yang Budhis dan Majapahit yang Hindu. Bahkan banyak tokoh bangsa diselewengkan agamanya. Ingat Sisingamangaraja XII dan Ahmad Lessy  alias Pattimura ? inilah penjarahan yang paling berbahaya. Penjarahan sejarah. Penjarahan ini akan menghilangkan identitas suatu bangsa. Mereduksi kebanggaannya sehingga menutup jalan untuk merintis kebesaran di masa datang.

Dan kini merupakan keharusan kita untuk membuka lembaran sejarah dalam kejujuran. Agar terbuka semua hikmah dan pelajaran yang berharga. Agar menjadi batu loncatan untuk proses kemajuan umat dan bangsa di masa datang.Sekaligus mengembalikan identitas bangsa. Bahwa bangsa ini beragama Islam dan seharusnya bangga akan Islam. Sebagaimana para pendahulu bangsa ini, peletak dasar peradaban bangsa ini.

Sumber : Majalah Al-Izzah No.21 Th. 2 (2001)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar