Rabu, 28 Maret 2012

Atas Nama Kebencian



Siapa pun tahu jika kepulauan Nusantara ini merupakan satu rumpun atau satu keluarga besar yang disebut bangsa Malayu/Melayu/Malay. Mereka adalah pewaris kepulauan-kepulauan di wilayah Asia Tenggara dan Oceania. Seharusnya ikatan negara-negara yang ada di wilayah ini tak diragukan lagi kedekatannya. Kolonialisme bangsa barat telah menjauhkan mereka dengan banyak dikotomi, dari mulai Bahasa, Adat-istiadat hingga Agama. Dari Kolonialisme terbentuklah negara-negara Nasionalis yang bernama Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dan Filipina. Masing-masing memiliki ciri khas kekuatan Nasionalismenya. Persamaan nasib pernah dijajah bangsa barat membuat mereka tumbuh menjadi sedikit Ultranasionalis. Perlawanan, revolusi, pemberontakan, separatisme sudah merupakan bagian dari kehidupan rumpun bangsa-bangsa di wilayah ini. Tak jarang dari hal-hal seperti ini menimbulkan konflik dari yang skalanya kecil hingga skala besar. Perang dingin dihadapi masing-masing negara. Sebagai contoh : perang dingin antara sebagian rakyat Indonesia yang Nasionalis dan rakyat Malaysia yang Nasionalis. Perang dingin ini muncul akibat isu-isu yang timbul bagi kepentingan politik sebagian politikus kedua negara. Misal : isu pencurian Budaya, isu perbatasan, hingga isu penyiksaan pembantu rumah tangga. Di tambah isu-isu ini semakin memanas karena media kedua pihak juga ikut memprovokasi agar perang kedua pihak benar-benar terjadi. 


Kaitannya dengan diri saya adalah saya adalah orang yang sempat dipengaruhi oleh dogma-dogma kaum Nasionalis, hingga akhirnya saya tersadar bahwa Nasionalisme (Ashobiyah) dalam Agama Islam yang saya anut merupakan hal yang tak dibenarkan, seperti bunyi hadist dari Abu Dawud,  "Bukan termasuk golongan kami, Siapa saja yang mengajak kepada Ashobiyah (fanatik golongan, suku, bangsa, kelompok,dan sebagainya, pokoknya selain Islam). Dan bukan termasuk golongan kami, siapa saja yang berperang atas dasar Ashobiyah. Dan tidak termasuk golongan kami pula, siapa saja yang mati atas dasar Ashobiyah"Saya mulai mencari-cari apa yang diperbolehkan, dan akhirnya saya menemukan bahwa persaudaraan berdasarkan ke-Islaman yang dibenarkan karena ia melewati batas Negara, Bangsa dan Ras. Saya mulai mencari dan menggali hal-hal yang bisa merubah pandangan saya dari Nasionalis buta menjadi pribadi yang lebih tolerir dan bisa menerima perbedaan dengan mempelajari lagi akar budaya (roots), dan sejarah nenek moyang saya. Hingga mendekatkan saya dengan saudara-saudara saya di Malaysia dan bahkan Filipina. Terus terang saya sempat memiliki pengalaman jelek dengan kedua bangsa serumpun ini. Membuat saya bersumpah membenci mereka hingga ke keturunan saya (itu pun kalau di kasih keturunan, hehehe.. ) 


Kebencian Dengan Malaysia


Mengenai Malaysia, kebencian saya berawal dari berita-berita provokasi baik dari media Indonesia maupun media Malaysia sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, didasarkan nasionalisme yang membara saya membenci negara tetangga yang suka merendahkan Indonesia dengan menyiksa tenaga kerja Indonesia di sana. Karena saya beranggapan bahwa penyiksaan pembantu merupakan bentuk penghinaan karena mereka dikirim oleh negara yang berarti menyiksa mereka adalah suatu bentuk penghinaan terhadap suatu negara. Malaysia dengan mudahnya mengklaim wilayah-wilayah Indonesia secara sepihak berdasarkan peta masa lampau yang mereka miliki dalam hal ini masalah ambalat. Sebelumnya kegeraman timbul karena Malaysia akhirnya merebut pulau Sipadan dan Ligitan  dari Indonesia melalui sidang di mahkamah Internasional. Indonesia dikalahkan karena dianggap kurang bisa mengurus dua pulau di wilayah Borneo (dekat Sabah) itu. Padahal wilayah perbatasan Sabah dengan Indonesia dan Filipina (yang juga menggugat Sabah sebagai bagian dari wilayah negeri itu) belum mengeluarkan kata sepakat antara ketiga pihak. Tapi entah bagaimana campur tangan Malaysia di Mahkamah Internasional itu, hingga mereka bisa memenangkan kepemilikan kedua pulau itu. Setelah mereka mendapatkan pulau Sipadan dan Ligitan, maka Malaysia mulai mengubah batas wilayah mereka sendiri dengan mengklaim perairan Ambalat sebagai wilayah mereka tanpa melakukan satu pun kesepakatan dengan pihak Indonesia. Suatu bentuk pelecehan negara boneka Inggris dan penjajah Eropa itu terhadap negara berdaulat yang juga tetangga dan bahkan serumpun itu. Mengenai perebutan klaim Budaya entah mengapa saya tak terlalu merasa terganggu mengingat saya sejak awal sudah mengetahui bahwa berkembangnya sebagian budaya Indonesia di negeri jiran itu karena banyaknya warga keturunan Indonesia yang sudah menjadi warga negara Malaysia dan mereka juga berhak mengembangkan budaya leluhur mereka di Malaysia. Dan yang terakhir adalah provokasi media Malaysia yang dengan mudah saya pantau saat itu melalui televisi satelit (parabola) yang memberitakan keadaan Indonesia yang baru saja selesai menghadapi masa-masa sulit di tahun 1998-2000 sebagai keadaan yang kacau, dan bahkan keadaan yang kacau, miskin dan tak aman itu terus-terus dijadikan bahan pemberitaan sampai sekarang. Hal ini mempengaruhi cara pandang rakyat Malaysia terhadap jirannya tak berubah. Dimana mereka berpandangan jirannya ini negara miskin yang sangat mundur bahkan sampai detik ini ! tak aneh cacian yang keluar dari mulut bigot Nasionalis Malaysia sampai sekarang adalah miskin, mundur, negara gaji (negara penghasil pembantu) dan ucapan-ucapan bernada sombong. Mereka tidak ingat kalau wisatawan Indonesia yang berlibur di negara itu merupakan nomor 2 terbanyak setelah wisatawan Singapura atau sebanyak 2 juta orang tiap tahunnya. Mereka berwisata bukan mau cari kerja ! belum lagi jumlah mahasiswa Indonesia di negara itu makin meningkat dari tahun ke tahun. Itulah kira-kira pandangan kebencian saya pada waktu itu.


Kebencian Dan Pengalaman Buruk Dengan Orang Filipina


Awalnya saya tak pernah punya masalah dengan orang-orang Filipina yang sering disebut Pinoy ini. Semua berawal ketika saya ikut bergabung di situs video yang bernama Youtube. Saya yang saat itu tengah belajar tentang arti persahabatan serumpun, tak sengaja membuka video tentang ASEAN (kira-kira di pertengahan tahun 2008). Kalimat mesra, greetings, dan ramah saya temui. Membuat saya bangga dengan kedekatan masyarakat di wilayah ini. Suatu hari pandangan saya terganggu oleh beberapa orang yang menghina Indonesia secara terang-terangan. Mereka bahkan mengundang para komentator di video ASEAN untuk melihat video-video mereka yang semuanya menghina Indonesia. Saya telusuri para pelakunya ternyata mereka semua adalah para Bigot Filipino ! video-video itu pada saat itu sangat mudah di search di Youtube. Sekarang sudah tak dapat dilihat lagi karena di "flag" atau dilaporkan langsung sebagai konten violation kepada pengelola Youtube. Tapi beberapa pelakunya masih memiliki akun aktif mengingat mereka membuat akun yang banyak dengan nama yang sama, sehingga apabila dilaporkan dan di banned oleh Youtube, mereka masih memiliki akun cadangan yang bisa membuat video-video serupa (di upload ulang). Beberapa diantaranya masih aktif tapi sudah mengurangi dan bahkan tobat atas aktivitas mereka selama ini, mereka siapa saja ? lihat di sini dan di sini. Semua berkat ketabahan orang-orang Indonesia dari serangan mereka dan menunjukkan dengan bukti bukan kata-kata menjatuhkan. Alasan mereka melakukan hal ini tadinya tak saya ketahui, tapi akhirnya saya tahu setelah ada seorang yang mengaku orang Indonesia di Friendster yang menghina Filipina. Kalimat si "Indonesia" ini di screenshoot dan dibuat video di Youtube. Kontan mengundang kemarahan para Bigot Filipino dan ikut-ikutan mencerca Indonesia. Pelaku yang mengaku orang Indonesia itu akhirnya diketahui adalah warga keturunan Tionghoa dari Khun Tien (Pontianak) yang tidak suka apabila wilayah Sabah diklaim oleh Filipina karena negara itu dianggap tak kompeten dan "miskin" jika dibandingkan  dengan Malaysia. Saya tak tau alasan lebih lanjut mengapa si "Cokin" tak suka Filipina memiliki Sabah. Seiring berjalannya waktu, ketegangan akhirnya berkurang. Tapi anehnya ketika saya pertama kali mengenal Facebook di tahun 2009, saya menemukan lagi Filipino yang membenci Indonesia. Sementara saya sendiri tak paham mengapa mereka benci negari saya hingga sampai keubun-ubun kepalanya. Membuat saya berfikir, apakah orang Indonesia pernah menyakiti keluarganya ? memperkosa adiknya ? mengapa ia demikian terganggu ?


Akhirnya saya paham, bahwa kebencian tak akan pernah hilang dari hati manusia, selama manusia itu tak mau memperbaiki hatinya sendiri. Karena inilah mengapa anak Adam selalu menumpahkan darah meski rela membunuh keluarganya sendiri. Saya merasa bersyukur karena saya punya Islam sebagai Agama pegangan. Sehingga amarah yang seperti racun berbisa bisa ditawarkan oleh kalam-kalam Illahi. Semoga damai akan menaungi nusantara di masa yang akan datang dibawah naungan Khilafah seperti janji Allah bahwa dunia akan kembali mengikuti manhaj Nabi..Aamiin Ya Rabbal Alaamiin


Catatan hati, 27 maret 2012