Minggu, 31 Oktober 2010

D.O.D.I


Saya memang Muslim. Tapi saya bukan Muslim yang baik. Semua orang tahu hidup saya dikelilingi perempuan. Dan kebanyakkan dari mereka bukan istri saya. Sampai ajal menjemput pun saya ditemani oleh seorang perempuan cantik terkenal yang bukan istri saya.

Kedekatan saya dengan perempuan itu sebenarnya bukanlah tulus karena saya mencintainya, tapi lebih karena saya kasihan melihatnya. Saya tahu kegiatannya di yayasan-yayasan sosial, kedekatannya dengan kaum papa dan kerelaannya mejadi duta kemanusiaan bukan karena semata-mata panggilan hatinya. Tapi karena ia sendiri merasakan betapa menderitanya menjadi orang yang tak dicintai keluarga. Saya melihat ia melakukan hal itu sekedar untuk menghapus kabut hitam yang melingkupi hatinya.

Buat seorang perempuan seperti dia yang amat dibutuhkan adalah kehangatan keluarga. Perhatian dari suami, dekat dengan anak-anak, disayangi mertua, dapat bercengkerama dengan keluarga tanpa diganggu orang lain, dan kehidupan pribadi yang jauh dari publikasi murahan. Tapi sayang, dari semua itu hanya sedikit yang ia dapatkan.

Kehangatan keluarga ! inilah hal yang tidak didapatkan dari teman perempuan saya itu sewaktu belum bercerai dengan suaminya. Ketertarikan perempuan itu pada saya, saya pikir bukanlah karena saya orang kaya dan salah seorang playboy dibelantara Hollywood. Tapi lebih karena ia melihat saya punya keluarga yang hangat dan bersahabat.

Dari sorot matanya saya melihat ia sanggup mengorbankan apa saja, termasuk menukar agamanya dengan agama yang saya anut, hanya untuk mendapatkan apa yang selama ini ia cari, kehangatan keluarga.

Tapi sayang, rupanya Allah berkehendak lain. Di penghujung bulan Agustus malaikat maut mencabut nyawa kami. Dan sesudah itu anda pun tahu bagaimana media melakukan liputan yang gila-gilaan terhadap teman perempuan saya itu. Suatu liputan yang mungkin belum pernah terjadi sebelumnya.

Di saat orang seluruh dunia menyaksikan jalannya prosesi pemakaman teman perempuan saya yang begitu mengharukan, saya sudah seminggu berteman dengan ulat-ulat tanah. Merasakan sakitnya gigitan ulat kecil yang jumlahnya jutaan itu menggerogoti tubuh saya.

Satu hal yang saya sesalkan adalah saya belum sempat benar-benar menolong teman perempuan saya yang malang itu. Mengenalkannya pada ajaran Islam yang begitu menjunjung tinggi harkat wanita. Ajaran Islam yang saya tahu akan membimbing umatnya menuju cahaya kebenaran.

Dan yang lebih menyesal lagi adalah saat ini, di kuburan yang sepi ini saya tak bisa menolong diri saya sendiri ! Uang saya, pengawal pribadi saya, Ayah saya yang jutawan dan kolega saya yang begitu banyak tak ada yang mampu menghalangi siksa kubur yang saya alami sekarang. Saya baru menyesal mengapa selama hidup saya menjadi Muslim yang brengsek !

Kalau kondisi saya sebagai orang Islam di kubur ini begitu menakutkan, saya jadi berpikir “ Apa yang terjadi di dalam kuburan teman perempuan saya yang malang itu ?”

Ah.. kasihan sekali teman perempuan saya itu…

Sumber : Majalah Annida No.2 Th. VII Oktober 1997 (Rubrik 1269 Male)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar