Kepercayaan yang aneh (khurafat) seperti ini tak jarang menjamur di berbagai pelosok masyarakat, kepercayaan yang tidak jelas asal usulnya. Ada kisah menarik yang terjadi di masyarakat, tapi sangat berbahaya bagi aqidah seorang muslim. Kita semua mungkin tahu, bahkan pernah mendengar kepercayaan seperti dalam kisah di bawah ini.
Di suatu desa tingga lah seorang kakek tua, sebut saja Pak Tejo namanya. Dia sangat disegani masyarakat karena ilmunya yang luas, ilmu yang dipelajarinya dari buku primbon warisan nenek moyang. Sehingga ia sering dijadikan tempat bertanya oleh masyarakat setempat ketika mau mengadakan hajat apa saja seperti: pesta pernikahan, hari apa yang baik, harus pasang apa dan apa, ketika khitan, mendirikan rumah dan segala macam acara adat lainnya. Pada hari Sabtu saudaranya terkena musibah sakit keras, dia ingin pergi berkunjung menemui saudaranya yang sedang sakit keras tersebut, maka pergilah dia ke tempat saudaranya! Jalan kaki seorang diri, terlihat dari langkah kakinya dia sangat terburu-buru. Mendadak di tengah perjalanan dia menghentikan langkah kakinya karena ada seekor ular melintas di depannya! Spontan dia balik arah untuk pulang lagi, karena menurut kepercayaannya kalau ada seekor ular melintas di depannya menandakan ada bahaya yang sedang mengancam dirinya, entah kecelakaan atau apa saja yang jelas akan terjadi bahaya. Dengan kepercayaan yang dia yakini, maka spontan ia mengurungkan niatnya untuk menjenguk saudaranya yang sedang sakit keras saat itu. Bahkan tidak akan pergi ke manapun di hari itu walaupun untuk suatu hal yang sangat penting.
Lain halnya yang terjadi pada Pak Tukino (bukan nama sebenarnya), yang tinggal di desa Kalirejo, sebutlah begitu. Di malam Jum’at kebetulan dia sedang tugas ronda di pos kamling bersama teman ronda malamnya, Marna panggilannya. Di tengah malam kira-kira pukul 01.00 WIB dia mendengar suara burung hantu di atas rumahnya. Serentak merindinglah bulu kuduknya, karena baginya itu adalah pertanda akan ada kematian pada orang sekitar atau orang yang dicintainya, maka mulailah dia gelisah, sedih dan murung karena takut dirinya akan mati malam itu, atau salah satu dari keluarganya. Sudah menjadi kepercayaan baginya, juga kebanyakan masyarakat sekitar bahwa burung hantu adalah burung kematian, ia akan membawa kabar buruk bagi siapa saja yang ditemuinya. Maka orang-orang sangat membenci burung tersebut.
Sebenarnya banyak lagi kisah yang hampir mirip dengan kisah di atas. Ada hal yang sangat penting bahkan urgen sekali bagi seorang muslim un-tuk mengetahui dan bisa mengambil hikmah dari kisah tersebut, karena hal di atas kita sadari atau tidak akan meracuni dan merusak aqidah kaum muslimin. Ada pertanyaan dari kisah di atas:
- Apakah benar ular tanda kesialan?
- Apakah benar suara burung han-tu tanda kematian?
Sikap Islam dalam masalah tersebut
Marilah sejenak berfikir dan merenung untuk mendapat jawaban yang tepat dari pertanyaan di atas.
Allah berfirman: “Para rasul itu berkata: “Kemalangan kalian adalah karena kaliansendiri. Apakah jika kalian diberi peringatan (lalu kalian bernasib malang)? Sebenarnya kalian adalah kaum yang melampui batas”. (QS. Yasin: 19).
Firman Allah : “Ketahuilah, Sesungguhnya kesial-an mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mere-ka tidak mengetahui”. (QS. Al-A’raf: 131)
Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah bersabda:
لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ (رواه البخرى و مسلم)، وَزَادَ مُسْلِمْ (وَلاَ نَوْءَ وَلاَ غُوْلَ)
“Tidak ada ‘adwa, thiyarah, hamah, dan Shafar”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan dalam riwayat Muslim ditambahkan: …”dan tidak ada nau’ serta ghul”.
‘Adwaa : adalah penjangkitan atau penularan penyakit. Maksud sabda Nabi di sini adalah untuk menolak anggapan mereka ketika masih di zaman jahiliyah, bahwa penyakit berjangkit, atau menular dengan sendirinya, tanpa kehendak dan takdir Allah . Anggapan inilah yang ditolak oleh Rasulullah , bukan keberadaan penjangkitan atau penularannya; sebab dalam riwayat lain, setelah hadits ini, disebutkan:
وَفِرَّ مِنَ الْمَجْذُوْمِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الْأَسَدِ
“Dan menjauhlah dari orang yang terkena penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa”. (HR. Bukhari).
Ini menunjukkan bahwa, penjangkitan atau penularan penyakit dengan sendirinya tidak ada, tetapi semuanya atas kehendak dan takdir Allah , namun sebagai orang muslim, di samping beriman kepada takdir tersebut haruslah berusaha melakukan tindakan preventif sebebum terjadi penularan sebagaimana dia menjauh dari terkaman singa. Inilah hakekat iman kepada takdir Allah .
Thiyarah artinya percaya akan ditimpa kesialan karena melihat burung gagak, ular, atau apa saja yang dianggap bisa membawa kesialan pada diri mereka.
Haamah artinya burung hantu. Orang-orang jahiliyah merasa bernasib sial dengan melihat burung hantu, apabila ada burung hantu yang hinggap di atas rumah salah seorang di antara mereka, dia merasa bahwa burung hantu ini membawa berita kematian tentang dirinya sendiri, atau salah satu anggota keluarganya. Dan maksud sabda beliau adalah untuk menolak anggapan yang tidak benar ini. Bagi seorang muslim, anggapan seperti ini harus tidak ada, semua ada-lah dari Allah dan sudah ditentukan oleh-Nya.
Shafar: yakni bulan kedua dalam tahun hijriyah, yaitu bulan sesudah Muharram. Orang-orang jahiliyah beranggapan, bahwa bulan ini, membawa kesialan. Hal ini ditolak oleh Rasulullah . Dan termasuk dalam anggapan seperti ini: merasa bahwa hari Rabu mendatangkan kesialan, hari sabtu membawa petaka. Hal ini termasuk thiyarah yang sangat dilarang oleh Islam.
Nau’ artinya bintang, arti asalnya adalah: tenggelam atau terbitnya suatu bintang. Orang-orang jahiliyah menisbatkan turunnya hujan kepada bintang ini, atau bintang itu. maka Islam datang untuk mengikis anggapan seperti ini, bahwa tidak ada hujan turun karena suatu bintang tertentu, tetapi semua itu adalah ketentuan dari Allah .
Ghul artinya hantu (genderuwo). Mereka beranggapan bahwa hantu ini dengan perubahan bentuk maupun warnanya dapat menyesatkan seseorang dan mencelakakannya. Sedang maksud sabda Nabi di sini bukanlah tidak mengakui keberadaan makhluk tersebut, tetapi menolak anggapan mereka yang keliru yang akibatnya membuat mereka takut kepada selain Allah serta tidak bertawakal kepada-Nya. Inilah yang ditolak oleh beliau . Untuk itu dalam hadits yang lain beliau bersabda:
“Apa bila hantu beraksi menakut-nakuti kamu, maka serukanlah adzan.” (HR. Ahmad).
Artinya, tolaklah kejahatan itu dengan berdzikir dan menyebut nama Allah .
Dari Anas bin Malik , ia berkata: telah bersabda Rasulullah :
لاَعَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَيُعْجِبُنِيْ الْفَأْلُ قَالُوْا: وَمَا الْفَأْلُ؟ قَالَ: الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ
“Tidak ada ‘adwa dan thiyarah, tetapi yang ada fa’l, ia menyenangkan diriku,” para sahabat bertanya: apakah fa’l itu? Beliau menjawab: yaitu kalimah tayibah (kata-kata yang baik)”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Abu Daud meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari ‘Uqbah bin ‘Amir , ia berkata: “Thiyarah disebut-sebut di hadapan Rasulullah maka beliaupun bersabda: “Yang paling baik adalah Fa’l. Thiyarah tidak boleh mengurungkan seorang muslim dari niatnya. Apabila salah seorang di antara kamu melihat sesuatu yang tidak diinginkan maka hendaknya ia berdoa:
اَللَّهُمَّ لاَيَأْتِيْ بِالْحَسَنَاتِ إِلاَّ أَنْتَ، وَلاَ يَدْفَعُ السَّيِّأَتِ إِلاَّ أَنْتَ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ
“Ya Allah, tiada yang dapat mendatangkan kebaikan Engkau; tiada yang dapat menolak keburukan selain Engkau; dan tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan-Mu”. (HR. Abu Daud).
Abu Daud meriwayatkan pula da-lam hadits marfu’ dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda:
اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلاَّ، وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكَّلِ
“Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik, dan tiada seorang pun di antara kita kecuali terdapat dalam hatinya sesuatu dari hal ini), hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakal kepada-Nya”. (HR. Abu Daud).
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Tirmidzi dengan dinyatakan sahih dan kalimat tersebut dijadikan sebagai ucapan dari Ibnu Mas’ud .
Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Ibnu ‘Amr , bahwa Nabi bersabda: “Barangsiapa yang me-ngurungkan hajatnya (kepentingan-nya) karena thiyarah, maka dia te-lah berbuat syirik.” Para shahabat bertanya: “Lalu apakah sebagai te-busannya? Beliau menjawab: “Hen-daknya dia mengu-capkan: “Ya Allah tiada kebaikan kecuali kebaikan dari-Mu, tiada kesialan kecuali kesialan dari-Mu, dan tiada sembahan yang haq selain Engkau”. (HR. Ahmad).
Imam Ahmad meriwayatkan pula dari al-Fadhl bin al-‘Abbas
“Sesungguhnya thiyarah itu ialah yang menjadikan kamu terus melangsungkan atau mengurungkan niat (dari keperluanmu)”. (HR. Ahmad).
Tiada kesialan dikarenakan ular yang melintas di depan orang, tiada kematian disebabkan oleh burung hantu, karena semua itu Allah yang mengaturnya. Kesialan, petaka, dan kematian adalah kehendak Allah bukan karena yang lainnya. Adanya burung di atas rumah atau kupu-kupu yang masuk ke rumah menandakan bakal kedatangan tamu, mata kanan berkedip-kedip menandakan ada orang membicarakan tentang kebaikannya, atau bisa sebaliknya, dan banyak lagi kepercayaan takhayyul yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Ini semua adalah khurafat atau kepercayaan yang tidak memiliki sandaran dari agama. Seorang muslim hendaknya tidak mempercayai sesuatu kecuali jika ada landasannya dari agama.
Jiwa seorang muslim harus merdeka, tidak boleh takut atau gentar dengan kepercayaan-kepercayaan seperti di atas. Tidak boleh terhalang dari melaksanakan niatnya hanya karena burung atau yang lainnya. Dia harus bertawakkal (bersandar) kepada Allah semata. Tidak ada yang dapat memberikan manfaat selain Allah, dan tidak ada yang dapat memberikan mudharat (bahaya) selain Allah. Dengan keyakinan semacam ini seorang muslim akan memiliki jiwa yang kuat, pemberani, merdeka, dan tidak takut atau bergantung kecuali kepada Allah semata. Inilah salah satu manfaat tauhid yang bersih dan lurus.
Sumber : Majalah UMMATie edisi 01/th.1 Rajab 1428/Agustus 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar